Redundant Word: Pengertian, Contoh, Dan Cara Menghindarinya
Hey guys! Pernah nggak sih kalian lagi nulis atau ngomong, terus sadar kayaknya ada kata-kata yang sebenarnya nggak perlu-perlu banget ada di situ? Nah, itulah yang namanya redundant word. Dalam artikel ini, kita bakal bahas tuntas tentang apa itu redundant word, kenapa kita harus menghindarinya, contoh-contohnya yang sering banget muncul, dan tentunya, cara-cara ampuh buat menghilangkannya dari tulisan atau percakapan kita sehari-hari. Yuk, simak baik-baik!
Apa Itu Redundant Word?
Redundant word, atau kata yang berlebihan, adalah penggunaan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena maknanya sudah terkandung dalam kata lain di dekatnya. Gampangnya, kita menggunakan dua kata atau lebih yang sebenarnya punya arti yang sama atau mirip, sehingga salah satunya jadi nggak kepake alias mubazir. Penggunaan redundant word ini bisa bikin tulisan atau omongan kita jadi kurang efektif, bertele-tele, dan bahkan bisa bikin bingung pembaca atau pendengar. Dalam bahasa Indonesia, fenomena ini sering terjadi tanpa kita sadari, lho!
Kenapa sih redundant word ini bisa muncul? Ada beberapa alasan yang sering jadi penyebabnya. Pertama, mungkin karena kita kurang paham dengan makna kata yang sebenarnya. Akhirnya, kita jadi merasa perlu menambahkan kata lain untuk memperjelas, padahal sebenarnya nggak perlu. Kedua, bisa juga karena kebiasaan atau gaya bahasa tertentu. Misalnya, dalam percakapan sehari-hari, kita seringkali menggunakan kata-kata tambahan tanpa sadar. Ketiga, kadang-kadang redundant word muncul karena kita pengen terlihat lebih meyakinkan atau lebih formal, padahal justru malah jadi aneh. Apapun alasannya, penting banget buat kita untuk bisa mengidentifikasi dan menghindari redundant word ini demi komunikasi yang lebih efektif.
Supaya lebih jelas, coba bayangin deh kalimat kayak gini: "Para hadirin sekalian dimohon untuk berdiri." Dalam kalimat ini, kata "para" dan "sekalian" sebenarnya punya makna yang mirip, yaitu menunjukkan bahwa ada banyak orang yang hadir. Jadi, kita cukup bilang "Hadirin dimohon untuk berdiri" atau "Para hadirin dimohon untuk berdiri" aja. Lebih ringkas dan jelas, kan? Contoh lainnya, kalimat "Saya sudah melihat dengan mata kepala saya sendiri." Kata "dengan mata kepala saya sendiri" itu redundant banget, karena kata "melihat" itu udah pasti pakai mata. Cukup bilang "Saya sudah melihat sendiri" aja udah cukup. Nah, dari contoh-contoh ini, kita bisa mulai punya gambaran tentang apa itu redundant word dan kenapa kita perlu menghindarinya.
Kenapa Kita Harus Menghindari Redundant Word?
Penggunaan redundant word dalam komunikasi, baik lisan maupun tulisan, sebaiknya dihindari karena beberapa alasan penting. Pertama, kejelasan adalah kunci. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang langsung menyampaikan pesan tanpa bertele-tele. Redundant word justru membuat kalimat menjadi berbelit-belit dan membingungkan. Pembaca atau pendengar harus memproses lebih banyak kata untuk memahami satu ide sederhana, yang bisa mengurangi efektivitas komunikasi. Kedua, efisiensi waktu dan ruang. Dalam dunia digital saat ini, perhatian orang sangat terbatas. Mereka ingin mendapatkan informasi dengan cepat dan mudah. Menggunakan redundant word berarti membuang-buang waktu pembaca atau pendengar. Selain itu, dalam penulisan, redundant word juga memboroskan ruang, terutama jika kita memiliki batasan jumlah kata. Ketiga, profesionalisme. Penggunaan bahasa yang tepat dan efisien mencerminkan profesionalisme seseorang. Dalam konteks formal, seperti laporan bisnis, surat lamaran kerja, atau presentasi, penggunaan redundant word dapat mengurangi kredibilitas kita. Sebaliknya, bahasa yang ringkas dan jelas menunjukkan bahwa kita menghargai waktu dan perhatian audiens.
Keempat, estetika bahasa. Bahasa yang baik adalah bahasa yang indah dan enak dibaca atau didengar. Redundant word merusak keindahan bahasa dengan menciptakan kalimat yang kaku dan tidak alami. Menghilangkan redundant word dapat membuat tulisan atau ucapan kita menjadi lebih mengalir dan menyenangkan. Kelima, mencegah misinterpretasi. Meskipun kadang-kadang redundant word tidak terlalu mengganggu, dalam beberapa kasus, penggunaan kata-kata yang berlebihan dapat menyebabkan misinterpretasi. Pembaca atau pendengar mungkin mencoba mencari perbedaan makna antara kata-kata yang redundant, padahal sebenarnya tidak ada. Hal ini dapat mengalihkan perhatian mereka dari pesan utama yang ingin kita sampaikan.
Oleh karena itu, menghindari redundant word adalah keterampilan penting yang perlu dikuasai oleh siapa saja yang ingin berkomunikasi secara efektif. Dengan menghilangkan kata-kata yang tidak perlu, kita dapat membuat pesan kita lebih jelas, ringkas, profesional, dan indah. Selain itu, kita juga menghargai waktu dan perhatian audiens kita, serta mengurangi risiko misinterpretasi. Jadi, mulai sekarang, yuk lebih teliti dalam memilih kata-kata dan hindari redundant word sebisa mungkin!
Contoh-Contoh Redundant Word yang Sering Muncul
Biar makin paham, ini dia beberapa contoh redundant word yang sering banget kita temui sehari-hari. Perhatikan baik-baik, ya!
- Mata kepala sendiri: Seperti yang udah disebutin tadi, "melihat" itu udah pasti pakai mata. Jadi, cukup bilang "Saya melihat sendiri."
- Demi kepentingan bersama: Kata "bersama" itu udah otomatis nunjukkin kepentingan banyak orang. Cukup bilang "Demi kepentingan."
- Agar supaya: "Agar" dan "supaya" itu punya arti yang sama, yaitu menyatakan tujuan. Pilih salah satu aja, misalnya "Agar lebih jelas…" atau "Supaya lebih jelas…"
- Maju ke depan: "Maju" itu udah pasti ke depan, kecuali kalau kamu majunya sambil mundur. Cukup bilang "Maju!"
- Mundur ke belakang: Sama kayak tadi, "mundur" itu udah pasti ke belakang. Cukup bilang "Mundur!"
- Naik ke atas: Ya iyalah, naik kan pasti ke atas. Kecuali kalau kamu naiknya ke bawah tanah. Cukup bilang "Naik!"
- Turun ke bawah: Kebalikannya dari naik, turun itu pasti ke bawah. Cukup bilang "Turun!"
- Berkumpul bersama-sama: "Berkumpul" itu udah pasti rame-rame. Cukup bilang "Berkumpul!"
- Para hadirin sekalian: Udah dibahas juga tadi, pilih salah satu aja. "Hadirin" atau "Para hadirin."
- Contoh misalnya: "Contoh" dan "misalnya" itu sama-sama buat ngasih ilustrasi. Pilih salah satu aja. "Contoh:…" atau "Misalnya:…"
- Seperti misalnya: Sama kayak sebelumnya, pilih salah satu aja. "Seperti:…" atau "Misalnya:…"
- Waktu dan saat: Dua kata ini punya arti yang mirip banget. Pilih salah satu aja. "Waktu itu…" atau "Saat itu…"
- Sangat sekali: Kata "sangat" udah cukup buat nunjukkin sesuatu yang intens. Nggak perlu ditambahin "sekali" lagi. Cukup bilang "Sangat penting!"
- Paling utama: Kata "utama" itu udah nunjukkin sesuatu yang paling penting. Nggak perlu ditambahin "paling" lagi. Cukup bilang "Yang utama adalah…"
- Benar sekali: Kata "benar" udah cukup. Nggak perlu ditambahin "sekali" lagi. Cukup bilang "Benar!"
- Gratis tidak dipungut biaya: Ya iyalah, gratis kan emang nggak dipungut biaya. Cukup bilang "Gratis!"
- Pendapat atau opini: Dua kata ini punya arti yang mirip. Pilih salah satu aja. "Pendapat saya…" atau "Opini saya…"
- Karena sebab: Dua kata ini punya arti yang sama, yaitu menyatakan alasan. Pilih salah satu aja. "Karena dia…" atau "Sebab dia…"
Nah, itu dia beberapa contoh redundant word yang sering banget muncul. Dengan mengenali contoh-contoh ini, kita jadi lebih waspada dan bisa menghindari penggunaannya dalam tulisan atau percakapan kita.
Cara Menghindari Redundant Word dalam Tulisan dan Percakapan
Oke, sekarang kita udah tau apa itu redundant word, kenapa kita harus menghindarinya, dan contoh-contohnya yang sering muncul. Pertanyaan selanjutnya, gimana caranya biar kita nggak lagi terjebak dalam penggunaan redundant word ini? Tenang, guys, ada beberapa tips yang bisa kalian coba:
- Perluas Kosakata: Semakin banyak kata yang kita tahu, semakin mudah kita memilih kata yang paling tepat dan efisien untuk menyampaikan pesan kita. Rajin-rajinlah membaca, mencari arti kata baru, dan belajar sinonim.
- Pahami Makna Kata dengan Tepat: Jangan cuma tau katanya aja, tapi pahami juga makna dan nuansa yang terkandung di dalamnya. Ini penting banget biar kita nggak salah pilih kata dan malah jadi redundant.
- Berpikir Kritis Sebelum Menulis atau Berbicara: Sebelum menuangkan ide ke dalam tulisan atau ucapan, luangkan waktu sejenak untuk berpikir. Pertimbangkan kata-kata yang akan kita gunakan dan pastikan semuanya punya peran penting dalam menyampaikan pesan kita.
- Baca Ulang dan Edit Tulisan: Setelah selesai menulis, baca ulang tulisan kita dengan cermat. Cari kata-kata yang redundant atau nggak perlu, lalu hapus atau ganti dengan kata yang lebih tepat. Minta bantuan teman atau kolega untuk mengedit juga bisa membantu.
- Rekam dan Evaluasi Percakapan: Kalau kita pengen ngilangin redundant word dalam percakapan, coba rekam diri kita saat berbicara (misalnya saat presentasi atau meeting). Lalu, dengarkan kembali dan identifikasi kata-kata yang redundant. Dengan begitu, kita bisa belajar dari kesalahan dan memperbaikinya di kemudian hari.
- Gunakan Kamus dan Tesaurus: Kamus bisa membantu kita memahami makna kata dengan lebih tepat, sedangkan tesaurus bisa memberikan alternatif kata yang lebih ringkas dan efisien.
- Biasakan Diri dengan Bahasa yang Efektif: Semakin sering kita membaca dan menulis dengan bahasa yang efektif, semakin terbiasa pula kita menggunakan bahasa yang ringkas dan jelas. Ini akan membantu kita menghindari redundant word secara otomatis.
Dengan menerapkan tips-tips ini secara konsisten, kita bisa melatih diri untuk menghindari redundant word dalam tulisan maupun percakapan sehari-hari. Ingat, komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang jelas, ringkas, dan tepat sasaran. Jadi, yuk, mulai sekarang kita perhatikan penggunaan kata-kata kita dan hilangkan redundant word demi komunikasi yang lebih baik!
Semoga artikel ini bermanfaat ya, guys! Sampai jumpa di artikel selanjutnya!